Guru memegang peranan yang sangat
penting dan strategis dalam upaya membentuk watak bangsa dan mengembangkan
potensi siswa dalam kerangka pembangunan pendidikan di Indonesia. Tampaknya
kehadiran guru hingga saat ini bahkan sampai akhir hayat nanti tidak akan
pernah dapat digantikan oleh yang lain, terlebih pada masyarakat Indonesia yang
multikultural dan multibudaya, kehadiran teknologi tidak dapat menggantikan
tugas-tugas guru yang cukup kompleks dan unik.
Oleh sebab itu, diperlukan guru yang
memiliki kemampuan yang maksimal untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional
dan diharapkan secara berkesinambungan mereka dapat meningkatkan kompetensinya,
baik kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, maupun profesional. Profesional
artinya dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan didukung oleh para petugas
secara profesional. Petugas yang profesional adalah petugas yang memiliki
keahlian, tanggung jawab, dan rasa kesejawatan yang didukung oleh etika profesi
yanng kuat. Untuk menguji kompetensi tersebut, pemerintah menerapkan
sertifikasi bagi guru khususnya guru dalam jabatan. Penilaian sertifikasi
dilakukan secara portofolio.
Sejumlah penelitian membuktikan bahwa
guru yang profesional merupakan salah satu indikator penting dari sekolah
berkualitas. Guru yang profesional akan sangat membantu proses pencapaian visi
misi sekolah. Mengingat strategisnya peran yang dimiliki oleh seorang guru,
usaha-usaha untuk mengenali dan mengembangkan profesionalisme guru menjadi
sangat penting untuk dilakukan.
Untuk memudahkan penulis dalam menyusun
makalah ini, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan. Adapun rumusan
masalahnya sebagai berikut :
- Bagaimana peran guru sebagai Aktor?
- Bagaimana peran guru sebagai Emansipator?
- Apa yang dimaksud dengan profesionalisme guru?
- Bagaimana peran guru profesional dalam proses pembelajaran?
- Apa saja faktor- faktor yang mempengaruhi profesionalisme guru?
- Apa saja syarat-syarat menjadi guru profesionalisme?
- Bagaimana upaya-upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru?
A. Guru Sebagai Penulis Naskah, Sutradara
dan Sekaligus Aktor
Menjadi guru memang tidaklah gampang,
karena guru dalam membelajarkan siswa sangat dituntut profesionalismenya dalam
membuka sekaligus mengembangkan potensi serta motivasi belajar siswa. Ibarat
sebuah sinetron maka guru dalam pementasan sebuah adegan dalam setiap episode
pembelajaran berperan sebagai penulis naskah ( skenario ), sutradara dan
sekaligus pemain bersama dengan siswa.
1. Guru Sebagai
Penulis Naskah
Dalam perannya
sebagai penulis naskah sebelum pelaksanaan pembelajaran guru harus
mempersiapkan materi (bahan ajar) pembelajaran yang akan mendukung dalam
pencapaian tujuan pembelajaran. Bahan ajar tersebut harus memuat
ketercapaian kompetensi Dasar yang dituangkan dalam bentuk indikator-indikator
pencapaian kompetensi dan tujuan pembelajaran. Disamping itu bahan ajar dalam
pengembangannya harus menganut prinsip sebagai berikut :
- Mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang kongkret untuk memahami yang abstrak;
- Pengulangan untuk memperkuat pemahaman;
- Umpan balik positif untuk memberikan penguatan terhadap pemahaman peserta didik;
- Motivasi belajar yang tinggi sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan belajar;
- Untuk mencapai tujuan ibarat naik tangga, setahap demi setahap, akhirnya akan mencapai ketinggian tertentu;
- Mengetahui hasil yang telah dicapai akan mendorong peserta didik untuk terus mencapai tujuan.
2. Guru Sebagai Sutradara
Dalam perannya sebagai sutradara, guru
lebih awal harus memperoleh informasi sekaligus mengumpulkan data tentang
kondisi awal siswa yang akan diajar kemudian mempersiapkan segala bahan dan
peralatan yang kan dipakai setelah action dikelas. Hal ini dimaksudkan supaya
dalam menyusun rancangan pembelajaran (skenario) yang sekarang lebih dikenal
dengan nama Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) guru dapat memilih
materi, metode, strategi dan penilaian pembelajaran yang tepat. Dalam RPP yang
dibuat guru sedapat mungkin dapat komunikatif artinya dapat menuntun jalannya
adegan-adegan di dalam kegiatan pembelajaran, mulai dari kegiatan persiapan ,
kegiatan inti sampai pada kegiatan penutup. Bila perlu dan demi lancarnya
kegiatan pembelajaran guru masih diharapkan dapat memberi penjelasan-penjelasan
yang terkait lakon yang harus dilakukan siswa sehingga kegiatan pembelajaran
dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien.
Khususnya dengan metode dan strategi
pembelajaran pada dasarnya tidak ada satupun metode atau strategi yang paling
bagus, kecuali jika digunakan pada situasi dan kondisi yang tepat. Salah
menggunakan metode atau strategi maka sudah barang tentu tujuan pembelajaran
yang akan dicapai tidak akan maksimal.
(http://umarmuhadi.blogspot.com/2010/10/guru-sebagai-penulis-naskah
sutradara.html di unggah
pada 3 April 2013)
3. Guru Sebagai Aktor
Dalam perannya sebagai aktor ( pemain
), setelah naskah ( materi ) ada, skenario lengkap, sutradara sudah bekerja
dengan baik maka selanjutnya guru masih harus berperan sebagai pemain langsung
dalam setiap episode pembelajaran. Walaupun dalam filosofi pembelajaran yang
dikembangkan sekarang peran dan fungsi guru bukan lagi sebagai pengajar
melainkan lebih kepada sebagai fasilitator. Dalam perannya sebagai fasilitator
tidak berarti bahwa guru sudah terlepas dari tugas sebagai pengajar, akan
tetapi bentuk mengajarnya guru lebih besifat kepada bentuk pembimbingan dan
bahkan sekali-kali menjadi model dalam setiap episode pembelajaran. Guru
senantiasa harus mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
ditetapkan baik dilakukan dalam bentuk layanan individu maupun dalam bentuk
layanan kelompok.
Berikut ini hal-hal yang perlu
dilakukan guru dalam setiap episode pembelajaran:
- Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran. Artinya guru harus berusaha melibatkan emosional siswa pada materi yang akan dipelajari misalkan dengan menghubungkan materi dengan kondisi keseharian siswa serta meenyampaikan manfaat atau kegunaan materi tersebut dipelajari;
- Menjelaskan tujuan pembelajaran. Ini dimaksudkan agar supaya siswa punya batasan atau sasaran dalam mengeksplorasi serta mengelaborasi pengetahuannya;
- Menciptakan kegiatan pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.Kegiatan pembelajaran menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pela jaran yang meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi;
- Melakukan pembimbingan baik secara individu maupun secara kelompok;
- Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;
- Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
- Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;
- Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya;
Tak terbantahkan lagi, guru menjadi
figur sentral dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Begitu pintu kelas ditutup,
puluhan pasang akan mengalihkan perhatiannya kepada sosok yang berdiri di depan
kelas. Mulai ujung rambut hingga ujung kaki akan “ditelanjangi” oleh peserta
didik. Tak berlebihan kalau ada yang bilang, figur seorang guru akan menjadi
“rujukan” para siswa dalam bersikap dan bertingkah laku. Itu juga yang makna
yang melekat pada akronim “Digugu dan Ditiru” (dipercaya dan diteladani). Sawali.
(http://pawiyatan.com/2010/12/09/guru-sebagai-aktor-di-depan-kelas/ diunggah
pada 02 April 2013)
Mengingat demikian pentingnya peran
seorang guru di depan kelas, tak perlu heran juga kalau ada yang mengibaratkan
guru bagaikan aktor. Hidup-matinya sebuah kelas akan sangat ditentukan peran
seorang guru dalam mendesain dan mengelola kelas. Ia (baca: guru) juga
diibaratkan seperti konduktor yang akan mengatur irama dan orkestra kelas.
Semakin kreatif seorang guru dalam mendesain situasi kelas, semakin hidup pula
permainan orkestrasi kelas yang dikendalikannya.
Nah, seiring dengan dinamika
pembelajaran yang terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan
peradaban, guru memang bukan menjadi satu-satunya sumber belajar. Di tengah
kemajuan teknologi pada abad gelombang informasi seperti saat ini, anak-anak
bisa memperoleh asupan ilmu dari berbagai sarana dan media. Kini, anak-anak
dengan mudah mengakses berbagai informasi mutakhir yang terkait dengan dunia
keilmuan di jagad maya. Hanya dengan berhadapan dengan layar monitor yang
terhubung secara online dengan jaringan internet, peserta didik dapat
menjelajahi lautan informasi keilmuan (nyaris) tanpa batas.
Dalam konteks demikian, guru pun
diharapkan juga tak ketinggalan informasi dengan murid-muridnya. Sungguh celaka
apabila guru yang menjadi salah satu sumber belajar bagi siswa didik,
penguasaan informasinya justru “disalip” oleh murid-muridnya. Ini artinya,
dalam situasi dan kondisi apa pun, guru jelas masih sangat membutuhkan
kewibawaan masih melekat ke dalam “darah” ke-resi-annya. Salah satu cara yang
paling tepat untuk menegakkan wibawa guru adalah penguasaan substansi materi
keilmuan sesuai dengan bidang yang menjadi tanggung jawabnya.
Sebagai seorang aktor, guru haru
melakukan apa yang ada di dalam naskah yang telah disusun dengan mempertimbangkan
pesan yang akan disampaikan kepada penonton. Penampilan yang bagus dari seorang
aktor akan mengkibatkan para penonton tertawa, mengikuti dengan
sungguh-sungguh, dan bisa pula menangis terbawa oleh penanmpilan sang aktor.
Untuk bisa berperan sesuai dengan tuntutan naskah, dia harus menganalisis dan
melihat kemampuannya sendiri, persiapannya, memperbaiki kelemahan,
menyempurnakan aspek-aspek baru dari setiap penampilan, mempergunakan pakaian,
tata rias sebagaimana diminta, dan kondisinya sendiriuntuk menghadapi
ketegangan emosinya dari malam ke malam serta mekanisme fisik yang baru
ditampilkan. (Mulyasa, Menjadi Guru Profesonal, (Cet. VII
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2008), hal. 59
Sang aktor harus siap mental terhadap
pernyataan senang dan tidak senang dari para penonton dan kritik yang diberikan
oleh media massa. Emosi harus dikuasai karena kalau seseorang telah
mencintai atau membenci sesuatu akan berlaku tidak objektif, perilakunya
menjadi distorsi dan tak terkontrol. Ringkasnya, untuk menjadi aktor yang mampu
membuat para penonton bisa menikmati penampilannya serta memahami pesan yang
ingin disampaikan, diperlukan persiapan, baik pikiran, perasaan maupun latihan
fisik.
Setiap individu memiliki banyak peran
untuk dimainkan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi kebanyakan menolak anggapan
bahwa gagasan dan pengalaman, serta harus menyadari bahwa orang lainpun
berkesempatan untuk memilikinya. Untuk dapat mentransfer gagasan, ia harus
mengembangkan pengetahuan yang telah dikumpulkan serta mengembangkan kemapuan
mengkomunikasikan pengetahuan itu. Kemempuan berkomunikasi merupakan suatu seni
atau keterampilan yang dikenal dengan mengajar.
Sebagai seorang aktor, guru melakukan
penelitian tidak terbatas pada materi yang harus ditransferkan, melainkan juga
juga tentang keperibadian manusia sehingga mampu memahami respon-respon
pendengarannya, dan merencanakan kembali pekerjaannya sehingga dapat dikontrol.
Untuk melakukan hal ini ia mempelajari semua hal yang berhubungan dengan
tugasnya, sehingga dapat bekerja secara efektif.
Sebagai aktor, guru berangkat dengan
jiwa pengabdiandan inspirasi yang dalam yang akan mengarahkkan kegiatannya.
Tahun demi tahun sang aktor berusaha mengurangi respon bosan dan berusaha
meningkatkan minat para pendengar. Demikianlah, guru memiliki kemampuan
menunjukkan keterampilannya di depan kelas.
Guru harus menguasai materi standard
dalam bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya, memperbaiki keterampilan,
dan mengembangkanuntuk mentransfer bidang studi itu. Ia mempelajari peserta
didik, alat-alat yang dapat dipergunakan untuk menarik minat, dan tentu saja
mempelajari bagaimana menggunakan alat-alat secara efektif dan efesien.
(Mulyasa, Ibid, Hal. 59)
Bidang studi yang harus diajarkan telah
diseleksi sebagai bagian dari kurikulum. Guru harus mempelajarinya dengan
seksama, termasuk urutan penyajiannya. Berbagai usaha untuk meningkatkan minat
dan mempermudah pencapaian tujuan haruslah dilaksanakan, misalnya alat peraga,
warna dinding dan pengaturan cahaya atau fenilasi kelas.
Untuk menghibur orang-orang yang merasa
bahwa guru bukanlah seorang aktor atau harus tidak bertindak sebagai aktor,
sebaiknya dilihat proses bagaimana dia menjadi seorang aktor yang nyata. Ia
memilih mengajar sebagai karier, mengabdi melalui bidang studi tertentu, yang
memerlukan waktu, uang, tenaga dan harus menguasai bidangnya, serta belajar
mengajarkannya kepada orang lain.
Guru harus mampu tampil prima di depan
kelas menyampaikan materi pelajaran dengan memikat sehingga siswa antusias dan
bersemangat. Problemnya, seringkali guru ‘kurang cara’ untuk tampil memikat
jadinya situasi belajar-mengajar (KBM) membosankan.
Tersirat dalam Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) bahwa guru yang profesional harus mempu
menciptakan situasi belajar-mengajar (KBM) yang kondusif. Tujuannya agar siswa
bersemangat dan terinspirasi untuk terus belajar. Guru pun harus selalu
mengeksplorasi metode serta setrategi pembelajaran agar siswa antusias menyimak
materi pelajaran. Begitulah, tugas guru ternyata tidak sekedar menyampaikan
materi yang diamanatkan kurikulum. (MPR RI, UUD RI 1945 dan Ketetapan
MPR RI, (Cet. X, Jakarta: Sekjen MPR RI, 2011), hal. 197)
Menafsirkan makna ‘tampil prima’ dan
‘menarik di depan siswa’ saya sedikit memiliki pemikiran nyleneh tentang
penampilan guru. Saya membayangkan guru adalah seorang aktor yang ‘bermain’ di
depan kelas dengan ‘naskah’ materi pelajaran serta siswa adalah ‘penonton’ yang
aktif. Dalam konsep teater modern, penonton yang aktif adalah penonton yang
terlibat dalam permainan (baca; ikut bermain). Guru adalah aktor!
“Persoalan yang sempat
saya simpulkan dari pertemuan dengan guru dari berbagai sekolah di Jombang,
Mojokerto, serta sejumlah wilayah lain menunjukkan jika sikap kurang percaya
diri menjadi masalah utama. Justru bukan kepada penguasaan materi ajar, tetapi lebih
pada aspek psikologi individual. Ini berarti alternatif solusinya adalah dengan
‘mengasosiasikan’ diri sebagai aktor di ‘panggung’kelas”. CucukSuparno. (http://suaraguru.wordpress.com/2010/12/07/guru-adalah-aktor/, diunggah pada 02 April 2013)
Seorang aktor mampu mengatasi rasa
kurang percaya diri dengan berbagai latihan dan tindak pengkondisian psikis.
Nah! Guru tidak ada salahnya melakukan tindak pengkondisian psikis. Menjadi
aktor tunggal di depan kelas harus mampu ‘berakting’ yang total agar
‘pertunjukkan’ menarik. Implikasinya, guru harus selalu mengeksplorasi materi
ajar yang di-create menjadi mentode pengajaran yang memikat.
Ambil contoh, materi sastra yang oleh banyak
guru dikeluhkan sebagai materi paling sulit diajarkan. Karena siswa menganggap
sastra itu berbelit, membosankan, dan diharuskan menghafal banyak tokoh serta
karya sastra. Jangan salah! Sastra justru menjadi pelajaran yang menarik
apabila kita memiliki setrategi mengajar yang jitu. Siswa tidak tertarik,
dipastikan kelas menjadi ramai dan sulit dikendalikan.
Coba saja, misalnya guru masuk kelas
membawa boneka. Dengan gaya tertentu ajak boneka seolah itu adalah ‘seseorang’
yang sedih karena selalu tidak di dengar. Nah! Akting pun dimulai. Eksplorasi
boneka sehingga siswa pun merasa empati terhadap tokoh rekaan tersebut. Ketika
siswa empati, kelas pun jadi mudah dikendalikan. Selanjutnya, gunakan boneka
itu sebagai media pembelajaran. Sedikit akting akan menggiring siswa tanpa
disadari oleh siswa itu sendiri.
Sampai di sini, saya berkesimpulan
masalah utama justru ada dalam diri guru itu sendiri. Rasa kurang percaya diri
muncul karena ‘malu’ untuk mengeksplorasi metode yang kurang lazim. Kenapa saya
sebut kurang lazim? Sebab siswa akan jenuh cepat bosan jika menghadapi guru
yang normatif dan tidak memiliki ‘kejutan-kejutan’ baru dalam menyampaikan
materi pelajaran.
Dalam ilmu keaktoran, kejutan-kejutan
ini ibarat suspen in act. Diperlukan keliaran imajinasi untuk memunculkan
kejutan baru itu. Guru pun harus memiliki keliaran metode sehingga apapun
pelajarannya tetap menarik. Patut diingat bahwa tidak ada eksplorasi yang salah
selalu berdasar rencana pengajaran. Jadi kenapa mesti malu berekspresi ? Karena
guru adalah aktor! (Cucuk, Ibid, Pada 02 April 2012)
B. Guru sebagai Emansipator
Emansipasi (Emansipator) adalah
pembebasan kaum budak menjadi kaum yang merdeka. Dengan kata lain emansipasi
adalah persamaan hak. Sebagai kaum pendidik, guru seharusnya menyadari bahwa di
dalam tugasnya terkandung unsur keadilan, penggugah semangat peserta didik
dan penerang dalam kegelapan generasi masa depan. Dengan modal
memahami potensi peserta didik, menghormati setiap insan, guru hendaknya
menyadari bahwa kebanyakan manusia merupakan budak stagnasi kebudayaan.
(Mulyasa, Menjadi Guru Profesonal, (Cet. V Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2005), hal. 56
Dengan kecerdikannya, guru mampu
memahami potensi peserta didik, menghormati setiap insan, dan menyadari bahwa
kebanyakan insan merupakan “budak” stagnasi kebudayaan. Ketika masyarakat
membicarakan rasa tidak senang kepada peserta didik tertentu, guru harus
mengenal kebutuhan peserta didik tersebut akan pengalaman, pengakuan, dan
dorongan. Dia tahu bahwa pengalaman, pengakuan dan dorongan seringkali
membebaskan peserta didik dari “self image” yang tidak
menyenangkan , kebodohan, dan dari perasaan tertolak dan rendah diri. Dalam hal
ini, guru harus mempu melihat sesuatu yang tersirat di samping yang tersurat,
serta mencari kemungkinan pengembangannya. (Mulyasa, Ibid, hal.
60)
Untuk memiliki kemampuan yang tersirat,
perlu memanfaatkan pengalaman selama bekerja, kesabaran dan tentu saja
kemampuan menganalisis fakta yang dilihatnya, sehingga guru mampu mengubah
kemampuan peserta didik dari status “terbuang” menjadi “dipertimbangkan” oleh
masyarakat. Guru telah melaksanakan fungsinya sebagai emansipator, ketika
peserta didik yang telah menilai dirinya sebagai pribadi yang tak berharga,
merasa dicampakkan orang lain atau selalu diuji dengan sebagai kesulitan
sehingga hampir putus asa, dibandingkan kembali menjadi pribadi yang percaya
diri. Ketika peserta didik hampir putus asa, diperlukan ketelatenan, keuletan
dan seni termotivasi agar timbul kembali kesadaran, dan bangkit lagi harapannya.
Guru sadar bahwa informasi tertentu
telah dimiliki peserta didik sebelum mereka masuk kelas, ia juga sudah sadar
bahwa apa yang diketahui orang bisa jadi fakta yang belum diorganisir menjadi
hubungan yang bermakna. Salah satu tanda bahwa peserta didik telah memahami
hubungan yang bermakna adalah mampu menjelaskan apa yang diketahuinya. Karena
itu, guru harus membina kemampuan peserta didik untuk menginformasikan apa yang
ada dalam pikirannya. Jika kemampuan tersebut telah dimiliki, maka perasaan rendah
diri tadi berangsur-angsur hilang, dan bebaslah peserta didik dari keadaan yang
tidak menyenangkan. Dalam hal ini, guru telah melakukan emansipasi.
Guru sering melihat potensi ketika air
kreativitas telah nampak mengalir, ia melihat sekelompok peserta didik yang
terisolasi dari aliran air yang lain, dan mengisi sumur itu dengan ide-ide,
pengetahuan, dan harapan. Hal ini akan membantu peserta didik meraih hubungan
dengan budaya yang disekitarnya dan hidup lebih berisi, lebih kaya, walaupun
seringkali mendapatkan hambatan, itulah kehidupan.( Mulyasa, Ibid, hal.
61)
Bagaikan seorang penasehat, guru
melihat potensi yang terdapat pada benda (bahan) yang dikerjakannya. Dia
menerima itu sebagaimana adanya, dan dengan penuh kesungguhan bahan itu
“dijadikan”. Demikianlah guru menerima peserta didik yang datang dengan
berbagai latar belakang budaya di sekelilingnya.
Karena benda yang digarap bukan benda
mati sebagaimana yang digarap oleh pemahat, maka guru berkewajiban
mengembangkan potensi peserta didik sedemikian rupa sehingga menjadi pribadi
yang kreatif. Untuk itu dia memberikan kesempatan kepada peserta didik
mengajukan pertanyaan, memberikan balikan, memberikan kritik dan sebagainya,
sehingga mereka merasa memperoleh kebebasan yang wajar.
Dalam komunitas
makhluk hidup pada umumnya dan komunitas siswa khususnya pasti ada
kelompok pandai, sedang dan kurang pandai, kelompok aktif, sedang dan kurang
aktif, kelompok rajin,sedang dan kurang rajin, dan lain-lain yang ujungnya
secara psikologis mereka itu membuat kelompok-kelompok yang anggotanya dianggap
setara.
Kelompok yang
terakhir yakni kelompok kurang mampu, kurang pandai,kurang rajin, kurang
aktif, kurang cerdas sering mengalami minder, kurang percaya diri, tidak
termotivasi untuk mengembangkan diri dan paling parah timbulnya perasaan putus
asa.
Menghadapi kelompok yang demikian ini ,
guru hendaknya segera bertindak sesuai perannya sebagai emansipator.
Mengembalikan kelompok ini menjadi bangkit, termotivasi, percaya diri dan
tidak putus asa adalah peran guru sebagai emansipator. Marijan,(http://enewsletterdisdik.wordpress.com/2010/12/23/lima-e-sikap-guru-berkualitas/) diunggah pada 04 April 2012).
C. Pengertian profesionalisme guru
Ahmad Tafsir mendefinisikan bahwa
profesionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus
dilakukan oleh orang yang profesional. Istilah profesional aslinya adalah kata
sifat dari kata ” profession ” (pekerjaan ) yang berarti sangat mampu melakukan
pekerjaan. Sebagai kata benda, profesional lebih berarti orang yang
melaksanakan sebuah profesi dengan menggunakan profesi sebagai mata
pencaharian.(Mc. Leod,1989)
Dalam kamus bahasa Indonesia edisi
kedua (1991), guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata
pencahariannya) mengajar. Dalam bahasa Arab disebut ” Mu’alim”, dalam bahasa
inggris ”teacher” memiliki arti sederhana yakni ” A person whose occuption is
teaching others” (Mc. Leod,1989) artinya seseorang yang pekerjaannya mengajar orang
lain.
Undang – undang No.14 tahun 2005
tentang guru dan dosen, yakni sebagaimana tercantum dalam bab 1 ketentuan umum
pasal 1 ayat 1 sebagai berikut guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama, mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan dasar dan menegah.
Di dalam UU sistem pendidikan nasional
tahun 2003 pada pasal 39 ayat 2 menjelaskan:
Pendidik merupakan tenaga profesional
yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat.
Profesionalisme guru merupakan
kondisi,arah, nilai,tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam
bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang
menjadi mata pencaharian. Adapun guru yang profesional itu sendiri adalah guru
yang berkualitas, berkompeten, dan guru yang dikehendaki untuk mendatangkan
prestasi belajar serta mampu mempengaruhi proses belajar siswa yang nantinya
akan menghasilkan prestasi belajar siswa yang lebih baik.
Secara sederhana pekerjaan yang
bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka
yang secara khusus disiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh
mereka yang karena tidak dapat atau tidak memperoleh pekerjaan yang lainnya.
Profesionalisme yang berdasarkan
keterbukaan dan kebijakan terhadap ide-ide pembaharuan itulah yang akan mampu
melestarikan eksistensi madrasah atau sekolah kita, sebagaimana dalam hadits
nabi Muhammad SAW bersabda:
”Jika suatu urusan diserahkan kepada
orang yang bukan profesinya (ahlinya) maka tunggulah kehancurannya.” (H.R.
Bukhari)
Artinya: Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh
kemampuanmu, Sesungguhnya akupun berbuat (pula). kelak kamu akan mengetahui,
siapakah yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya
orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan.
D. Peran Guru Profesionalisme Dalam Proses Belajar Mengajar
Proses merupakan serangkaian aktivitas
dalam memberlangsungkan sesuatu dari awal sampai akhir, maka suatu proses
merupakan suatu rangkaian yang tidak terpisah dari fungsi dan proses manajemen.
Proses dari pada administrasi dan
manajemen,menurut Luther Gullick yang terkenal dengan akronim ( Suwarno, 24 )
adalah :
- Perencanaan ( planing ) adalah perincian dalam garis besar untuk memudahkan pelaksanaan dan metode yang digunakan dalam menyelesaikan maksud atau tujuan badan usaha itu.
- Pengorganisasian adalah menetapkan struktur formal dari pada kewenangan dimana pekerjaan di bagi-bagi sedemikian rupa, ditentukan dan dikoordinasikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
- Penyusunan pegawai adalah keseluruhan fungsi dari pada kepegawaian sebagai usaha pelaksanaannya, melatih para staf dan memelihara situasi pekerjaan yang meny
- Pembina kerja (directing) merupakan tugas yang terus menerus didalam pengambilan keputusan, yang berwujud suatu perintah khusus atau umum dan intruksi intruksi dan bertindak sebagai pemimpin dalam suatu badan usaha atau organisasi.
- Pengkoordinasiaan (coordinating) merupakan jewajiban yang penting untuk menghubungkan berbagai kegiatan dari pada pekerjaan.
- Pelaporan (reporting) yaitu pimpinan yang bertanggung jawab harus mengetahui apa yang sedang dilakukan, baik bagi keperluan pimpinan maupun bawahannya melalui catatan,penelitian, maupun inpeksi
- Anggaran (budgeting) yaitu semua anggaran akan berjalan dengan baik bila disertai dengan usaha pembiayaan dalam bentuk rencana anggaran dan pengawasan anggaran.
Dengan pandangan diatas maka guru yang
profesional dituntut harus mampu berperan selaku manajer yang baik yang
didalamnya harus mampu melangsungkan seluruh tahap-tahap aktivitas dan proses
pembelajaran dengan manajerial yang baik sehingga tujuan pembelajaran yang
diharapkan dapat diraih dengan hasil yang memuaskan.
Peran guru profesional atau tenaga
kependidikan adalah :
- Tenaga kependidikan sebagai pendidik dan pengajar yakni tenaga kependidikan yang harus memiliki kesetabilan emosi, ingin memajukan peserta didik, bersifat realistas, bersikap jujur dan terbuka, peka terhadap perkembangan,terutama inovasi pendidikan.
- Tenaga kependidikan sebagai anggota masyarakat,untuk itu harus menguasai psikologi sosial, memiliki pengetahuan tentang hubungan antar manusia dan sebagai anggota masyarakat harus memiliki keterampilan membina kelompok, keterampilan bekerja sama.
- Tenaga kependidikan perlu memiliki kepribadian menguasai ilmu kepemimpinan menguasai prinsif hubungan manusia, tekhnik berkomunikasi serta menguasai berbagai aspek kegiatan organisasi yang ada di sekolah.
- kependidikan sebagai pengelola proses belajar mengajar yakni tenaga kependidikan yang harus mampu dan menguasai berbagai metode mengajar dan harus mampu menguasai situasi belajar mengajar didalam kelas maupun di luar kelas.
E. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Guru Professional
Secara garis besarnya faktor-faktor
yang mempengaruhi guru profesional antara lain sebagai berikut:
a. Status Akademik
Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang
bersifat profesi. Secara sederhana pekerjaan yang bersifat profesi adalah
pekerjaan yang hanya dilakukan oleh mereka yang secara khusus disiapkan untuk
itu dan bukan pekerjaan lainnya. Untuk menciptakan tenaga –tenaga profesional
tersebut pada dasarnya disekolah dibina dan dikembangkan dari sebagai segi
diantaranya:
- Segi toritis yaitu dilembaga atau sekolah-sekolah keguruan yang membina dan menciftakan tenaga-tenaga profesional ini diberikan ilmu-ilmu pengetahuan selain ilmu pengetahuan yang harus disampaikan kepada anak didik,juga diberikan ilmu –ilmu pengetahuan khusus unuk menunjang kepropfesionalannya sebagai guru yang berupa ilmu mendidik, ilmu jiwa , didaktik metodik administrasi pendidikan dan sebagainya.
- Segi praktis yaitu secara praktis dapat diartikan dengan berdasarkan praktek adalah cara melakukan apayang tersebut dalam teori ( W.J.S. Porwadarminta 1999:99 )
b. Pengalaman belajar
Dalam menghadapi anak didik tidaklah
mudah untuk mengorganisir mereka, dan hal tersebut banyak menjadi keluhan,
serta banyak pula dijumpai guru yang mengeluh karena sulit untuk menciptakan
suasana kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan dan menggairahkan. Hal
tersebut dikarenakan guru kurang mampu untuk menguasai dan menyesuaikan diri
terhadap proses belajar mengajar yang berlangsung.
c. Mencintai profesi sebagai guru
Rasa cinta tumbuh dari naluri
kemanusiaan dan rasa cinta akan mendorong individu untuk melakukan sesuatu
sebagai usaha dan pengorbanan. Seseorang yang melakukan sesuatu dengan tanpa
adanya rasa cinta biasanya orang yang keadaannya dalam paksaan orang lain, maka
dalam melaksanakan hak nya itu dengan merasa terpaksa. Dalam melakukan sesuatu
akan lebih berhasil apabila disertai dengan adanya rasa mencintai terhadap apa
yang dilakukannya itu.
d. Berkepribadian
Secara bahasa kepribadian adalah
keseluruhan sifat- sifat yang merupakan watak seseorang. Dalam proses belajar
mengajar kepribadian seorang guru ikut serta menentukan watak kepada siswanya.
Dalam proses belajar mengajar kepribadian seorang guru sangat menentukan
terhadap pembentukan kepribadian siswa untuk menanamkan akhlak yang baik
sebagai umat manusia. Mendidik adalah prilaku yang universal artinya pada
dasarnya semua orang dapat melakukannya, orang tua mendidik anaknya, pemimpin
mendidik bawahannya , pelatih mendidik anak asuhnya dan sudah barang tentu guru
mendidik muridnya. Tetapi bagaimana cara mendidik yang lebih efektif dibanding
dengan cara mendidik yang biasa.
Dihadapan anak, guru dianggap sebagai
orang yanng mempunyai kelebihan dibanding dengan orang – orang yanng dikenal
oleh mereka. Oleh sebab itu guru harus mampu bertindak sesuai dengan
kedudukannya seperti yang dinyatakan oleh Kent Wiliam yaitu:
- Sebagai hakim
- Sebagai wakil masyarakat
- Sebagai narasumber
- Sebagai wasit
- Sebagai penolong siswa
- Seabagai objek identifikasi
- Sebagai pereda ketegangan atau kecemasan
- Sebagai pengganti orang tua
- Sebagai objek penumpahan masalah dan kekecewaan
Guru sebagai pelaksana proses
pendidikan, perlu memiliki keahlian dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karenanya
keberhasilan proses belajar mengajar sangat tergantung kepada bagaimana guru
mengajar. Agar guru dapat melaksanakan tugasnya dengan efektif dan efisien,
maka guru perlu memiliki kompetensi yang dapat menunjang tugasnya. Kompetensi
tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Kompetensi pribadi
- Memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama
- Memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi
- Memlki pengetahuan tentanng demokrasi
- Memiliki pengetahuan tentang estetika
- Setia terhadap harkat dan martabat manusia
Sedangkan kompetensi lebih khusus
pribadi adalah bersikap simpati, empati, terbuka, berwibawa , bertanggunng jawab,
dan mampu menilai diri sendiri
2. Kompetensi
profesional,mencakup kemampuan dalam hal :
- Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofis dan psikologis
- Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku peserta didik
- Mampu menangani mata pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya
- Mengerti dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai
- Mampu menggunakan berbagai alat pelajaran dan media serta fasilitas yang lain
- Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pengajaran
- Mampu melaksanakan evaluasi belajar
- Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik
3. Kompetensi social
Kemampuan sosial tenaga kependidikan
adalah salah satu daya atau kemampuan tenaga kependidikan untuk memperiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemapuan untuk
mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi kehidupan yang akan datang.
Tenaga kependidikan harus mampu
berkomunikasi dengan masyarakat, mampu bergaul dan melayani masyarakat dengan
baik , mampu mendorong dan menunjang kreatifitas masyarakat, dan menjaga emosi
dan perilaku yang tidak baik.
G. Syarat - syarat menjadi guru professional
Dilihat dari tugas dan tanggung
jawabnya, tenaga kependidikan ternyata bahwa untuk menyandang pekerjaan dan
jabatan tersebut dituntut beberapa persyaratan. Menurut Muhammad Ali ( 1985 :
35 ) sebagai berikut :
- Menuntut adanya keteramplilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
- Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya
- Menuntut tingkat pendidikan keguruan yang memadai
- Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya
- Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupannya
Untuk itulah seorang guru harus
mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk memenuhi panggilan tugasnya, baik
berupa im-service training ( diklat/penataran ) maupun pre service training
(pendidikan keguruan secara formal ).
Secara khusus, sebagai sebuah profesi
keguruan, ada beberapa kriteria seorang guru. Menurut versi National Education
Association (NEA), guru berarti jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual,
menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus, memerlukan persiapan
profesional yang lama, memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan,
menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen, menentukan standarnya
sendiri, lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi, mempunyai
organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Tidak mudah menjadi guru, perlu
persiapan, latihan, pembiasaan dan pendidikan yang cukup. Itulah sebabnya,
salah satu kompetensi guru profesional itu harus ada ijazah guru. Ijazah bukan
semata-mata karena alasan formalitas.
Selain itu sebagaimana dikemukakan oleh
tim pembina kuliah Didaktik metodik kurikulum UPI ( 1989 : 9 ) persyaratan guru
adalah :
- Persyaratan Fisik yaitu kesehatan jasmani
- Persyaratan psikis yaitu sehat rohaninya serta diharapkan memiliki bakat dan minat keguruan
- Persyaratan mental yaitu memiliki sikap mental yang baik terhadap profesi keguruan mencintai dan mengabdi dedikasi pada tugas jabatannya.
- Persyaratan moral yaitu sifat susila dan budi pekeri yang luhur
- Persyaratan intelektual atau akademis yaitu mengenal pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari lembaga pendidikan guru yang memberi bekal untuk menunaikan tugas sebagai pendidik formal di sekolah
- Berdasarkan PP nomor 19 tahun 2007 tentang standar nasional pendidikan, standar tenaga pendidik ditetapkan, pendidik pada usia dini SD / MI, SMP / MTs, SMA / MA atau bentuk lain yang sederajat memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum Diploma IV atau sarjana S1, latar belakang pendidikan tinggi dibidang pendidikan anak usia dini , SD/ MI, SMP/MTs, SMA atau yang sederajat dan kependidikan lain atau psikologi dan sertifikasi profesi guru.
Guru yang memenuhi persyaratan atau
yang profesional tentunya akan dapat menumbuhkan perhatian siswa dalam belajar,
sehingga dapat mewujudkan situasi belajar mengajar yang baik. Sebagaimana Nana
Sudjana ( 2000 : 16 ) menyatakan :
Tanggung jawab dalam mengembangkan profesi pada dasarnya ialah tuntunan dan panggilan untuk selalu mencintai, menghargai , menjaga , dan meningkatkan tugas dan tanggung jawab terhadap profesi. Guru harus sadar bahwa tugas dan tanggung jawabnya tidak bisa dilakukan oleh orang lain kecuali oleh dirinya sendiri.
Tanggung jawab dalam mengembangkan profesi pada dasarnya ialah tuntunan dan panggilan untuk selalu mencintai, menghargai , menjaga , dan meningkatkan tugas dan tanggung jawab terhadap profesi. Guru harus sadar bahwa tugas dan tanggung jawabnya tidak bisa dilakukan oleh orang lain kecuali oleh dirinya sendiri.
Berkenaan dengan hal tersbut diatas
sehingga dalam kegiatan belajar mengajar, guru dituntut dapat melaksanakan
tanggung jawabnya dengan penuh rasa tanggung jawab disertai dengan kasih sayang
kepada siswa sehingga dapat menarik perhatiansiswa, minat serta keaktifan dalam
belajar mengajar dengan baik dan optimal.
G. Upaya-Upaya Untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru
Profesionalisme guru merupakan acuan
yang sangat penting bagi peningkatan dunia pendidikan. banyak cara yang
dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru. Jalan yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan Profesionalisme guru antara lain:
- Peningkatan kesejahteraan. Agar seorang guru bermartabat dan mampu "membangun"manusia muda dengan penuh percaya diri, guru harus memiliki kesejahteraan yang cukup Gaji yang memadai. Perlu ditata ulang sistem penggajian guru agar gaji yang diterimanya setiap bulan dapat mencukupi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya dan pendidikan putra-putrinya. Dengan penghasilan yang mencukupi, tidak perlu guru bersusah payah untuk mencari nafkah tambahan di luar jam kerjanya. Guru akan lebih berkonsentrasi pada profesinya, tanpa harus mengkhawatirkan kehidupan rumah tangganya serta khawatirakan pendidikan putra-putrinya. Guru mempunyai waktu yang cukup untukmempersiapkan diri tampil prima di depan kelas. Jika mungkin, seorang guru dapat meningkatkan profesinya dengan menulis buku materi pelajaran yang dapat dipergunakan diri sendiri untuk mengajar dan membantu guru-guru lain yang belum mencapai tingkatnya. Hal ini dapat lebih menyejahterakan kehidupan guru dan akan lebih meningkatkan status sosial guru. Guru akan lebih dihormati dan dikagumi oleh anak didiknya. Jika anak didik mengagumi gurunya maka motivasi belajar siswa akan meningkat dan pendidikan pasti akan lebih berhasil.
- Kurangi beban guru dari tugas-tugas administrasi yang sangat menyita waktu. Sebaiknya tugas-tugas administrasi yang selama ini harus dikerjakan seorang guru, dibuat oleh suatu tim di Diknas atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang disesuaikan dengan kondisi daerah dan bersifat fleksibel (bukan harga mati) lalu disosialisasikan kepada guru melalui sekolah-sekolah. Hal ini dapat dijadikan sebagai pegangan guru mengajar dalam mengajar dan membantu guru-guru pemula untuk mengajar tanpa membebani tugas-tugas rutin guru.
- Pelatihan dan sarana. Salah satu usaha untuk meningkatkan profesionalitas guru adalah pendalaman materi pelajaran melalui pelatihan-pelatihan. Beri kesempatan guru untuk mengikuti pelatihan-pelatihan tanpa beban biaya atau melengkapi sarana dan kesempatan agar guru dapat banyak membaca buku-buku materi pelajaran yang dibutuhkan guru untuk memperdalam pengetahuannya.
- Pembinaan perilaku kerja. Studi-studi sosiologi sejak zaman Max Weber di awal abad ke-20 dan penelitian penelitian manajemen dua puluh tahun belakangan bermuara pada satu kesimpulan utama bahwa keberhasilan pada berbagai wilayah kehidupan ternyata ditentukan oleh perilaku manusia, terutama perilaku kerja.
- Penciptaan waktu luang. Waktu luang (leisure time) sudah lama menjadi sebuah bagian proses pembudayaan. Salah satu tujuan pendidikan klasik (Yunani-Romawi) adalah menjadikan manusia makin menjadi "penganggur terhormat", dalam arti semakin memiliki banyak waktu luang untuk mempertajam intelektualitas (mind) dan kepribadian (personal).
- Memahami tuntutan standar profesi yang ada, Upaya memahami tuntutan standar profesi yang ada (di Indonesia dan yang berlaku di dunia) harus ditempatkan sebagai prioritas utama jika guru kita ingin meningkatkan profesionalismenya. Hal ini didasarkan kepada beberapa alasan sebagai berikut: Pertama, persaingan global sekarang memungkinkan adanya mobilitas guru secara lintas negara. Kedua, sebagai profesional seorang guru harus mengikuti tuntutan perkembangan profesi secara global, dan tuntutan masyarakat yang menghendaki pelayanan vang lebih baik. Cara satu-satunya untuk memenuhi standar profesi ini adalah dengan belaiar secara terus menerus sepanjang hayat, dengan membuka diri yakni mau mendengar dan melihat perkembangan baru di bidangnya.
- Mencapai kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan, Kemudian upaya mencapai kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan juga tidak kalah pentingnya bagi guru. Dengan dipenuhinya kualifikasi dan kompetensi yang memadai maka guru memiliki posisi tawar yang kuat dan memenuhi syarat yang dibutuhkan. Peningkatan kualitas dan kompetensi ini dapat ditempuh melalui in-service tarining dan berbagai upaya lain untuk memperoleh sertifikasi
- Membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas termasuk lewat organisasi profesi. Upaya membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas dapat dilakukan guru dengan membina jaringan kerja atau networking. Guru harus berusaha mengetahui apa yang telah dilakukan oleh sejawatnya yang sukses.
- Mengembangkan etos kerja atau budaya kerja yang mengutamakan pelayanan bermutu tinggi kepada konstituen, Selanjutnya upaya membangun etos kerja atau budaya kerja yang mengutamakan pelavanan bermutu tinggi kepada konstituen merupakan suatu keharusan di zaman sekarang. Semua bidang dituntut untuk memberikan pelayanan prima. Guru pun harus memberikan pelayanan prima kepada konstituennya yaitu siswa, orangtua dan sekolah sebagai stakeholder. Terlebih lagi pelayanan pendidikan adalah termasuk pelayanan publik vang didanai. diadakan, dikontrol oleh dan untuk kepentingan publik. Oleh karena itu guru harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada publik.
Mengadopsi inovasi atau mengembangkan
kreativitas dalam pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi mutakhir agar
senantiasa tidak ketinggalan dalam kemampuannya mengelola pembelajaran. Guru
dapat memanfaatkan media dan ide-ide baru bidang teknologi pendidikan seperti
media presentasi, komputer (hard technologies) dan juga pendekatan-pendekatan
baru bidang teknologi pendidikan (soft technologies). Upaya-upaya guru untuk
meningkatkan profesionalismenya tersebut pada akhirnya memerlukan adanya
dukungan dari semua pihak yang terkait agar benar-benar terwujud. Pihak-pihak
yang harus memberikan dukungannya tersebut adalah organisasi profesi seperti
PGRI, pemerintah dan juga masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon Berika Komentarnya