Di antara sekian banyak foktor pendidikan, guru adalah faktor utama yang
amat penting dan menentukan keberhasilan pendidikn. Karena gurulah yang akan
memenej pembelajaran dengan baik. Di tangan guru yang bijak, cerdas, kreatif
dan inovatif, pembelajaran akan berpeluang menghasilkan output yang
baik kendati media pembelajaran seadanya. Sebaliknya di tangan guru
yang tidak profesional kendati ditopang media pembelajaran yang baik maka akan
berpeluang menghasilkan output yang tidak berkualitas.
Apa artinya ini semua? Bahwa pemerintah melihat semakin berkualitas guru
maka akan semakin berpeluang melahirkan output yang berkulitas
pula. Kemudian setelah dilihat kenyataan ternyata kualifikasi tingkat
pendidikan saja belum cukup untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Tetapi juga
terkait kesejahteraan guru. Asumsinya juga berdasar kepada bagaimana mungkin
guru akan bekerja baik apabila kesejahteraan hidupnya terancam. Karena itulah
dibuat kebijakan sertifikasi dan dampak dari sertifikasi itu akan
melahirka penghasilan memadai bagi guru. Kebijakan sertifikasi guru di samping
membuktikan kelayakan guru mengajar juga untuk mensejahterakan guru.
Berkenaan dengan kesejahteraan ini telah diatur dalam
Undang-Undang Guru dan Dosen, dalam pasal 14 ayat (1) a : Dalam
melaksanakan tugas keprofesian, guru berhak : a. memperoleh penghasilan di atas
kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial; Pasal 15 lebih
merinci tentang apa yang dimaksud dengan pasal 14 ayat (1) a:
Penghasilan di atas hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 14
ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta
penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan
khusus dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang
ditetapkan dengan perinsip penghargaan atas dasar prestasi.
Kedua hal diatas yakni pertama soal akademik yaitu kualifikasi tingkat
pendidikan minimal seorang guru. Kedua, tentang soal kesejahteraan guru.
Jika kedua hal tersebut telah berjalan dengan baik maka akan berpeluang bagi
munculnya guru yang profesional.
Kompetensi guru
Pada pasal 10 Undang-Undang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa kompetensi
guru itu ada empat : Kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial dan kompetensi profesional.Dalam penjelasan disebutkan rumusan setiap
kompetensi tersebut :
Kompetensi paedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,
berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas
dan mendalam. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik semua guru, orang
tua / wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
Keempat kompetensi inilah yang akan dinilai pada saat sesorang melakukan
sertifikasi. Seorang guru yang akan disertifikasi akan mencantumkan dalam
portofolio borang isiannya keempat kompetensi tersebut. Dia akan menunjukkan
ijazahnya, penataran penetaran yang diikutinya, bagaimana dia membuat
persiapan mengajar, penilaian atasannya, kegiatan ilmiah yang
diikuti, organisasi sosial yang dikuti,karya pengembangan professi, penghargaan
dibidang pendidikan yang diperoleh, dll.
Menciptakan guru cerdas, kreatif dan inovatif
Untuk menjadi seorang guru yang cerdas, kreatif dan
inovatif dalam pembelajaran seseorang harus melalui berbagai hal;
1. Pendidikan. Pendidikan guru punya pengaruh besar dalam membentuk
kualitas di atas. Pendidikan formal telah ditetapkan bahwa
kualifikasi pendidikan minimal S1, tetapi seorang guru jangan hanya membatasi
diri pada pendidikan formal saja. Apabila seorang guru membatasi dirinya dan
sudah puas dengan pendidikan formal saja, maka kualitas guru tersebut tidak
berkembang, dan akan disangsikan dapatkah dia menjadi guru yang cerdas,
kreatif dan inovatif. Karena itu sang guru harus punya perinsip no
limits to study: tidak ada limit dalam menuntut ilmu. Prinsip
inilah yang disebut dengan pendidikan sepanjang hayat. Untuk itu dia harus
memperbanyak mengikuti pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal itu akan
diperoleh di masyarakat. Lewat seminar-seminar, penataran, ceramah ilmiah,
membaca, penulisan dan berbagai kegiatan ilmiah lainnya. Kegiatan ilmiah itu
hendaklanya lahir dari nurani dimotivasi untuk menambah ilmu, bukan
karena untuk mendapat sertifikat. Kalau motifnya sekedar untuk mendapat
sertifikat dikhawatirkan tidak akan bermanfaat banayak bagi guru. Sertifikat, yes,
ilmu juga yes
2. Memiliki beberapa prinsip
profesionalitas yang tertera pada pasal 7 UU RI tentang Guru dan Dosen
seperti :
a. memiliki bakat, minat, panggilan
jiwa dan idealisme;
b. memiliki komitmen untuk
meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi akademik dan
latar belakang pendidikan sesuai dengan tugas;
d. Memiliki kompetensi yang
diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki tanggung jawab atas
pelaksanaan tugas keprofesionalan. f.memperoleh penghasilan yang ditentukan
sesuai dengan prestasi kerja;
f. memiliki kesempatan untuk
mengembangkan keprofesional serta secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang
hayat;
g. memiliki jaminan
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas tugas keprofesionalan, dan;
h. memiliki organisasi professi yang
mempunyai kewengan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan
guru.
3.Mendidik dengan hati nurani. Seorang guru yang berkompeten tidak hanya
memiliki kompetensi yang dicantumkan dalam UU tentang Guru dan Dosen. Tetapi ada
hal yang terkadang sulit diungkapkan, yaitu soal hati nurani. Hati
nurani tidak bisa diukur secara transparan seperti mengukur kecerdasan,
kreatiatifitas dan inovatif. Hati nurani adalah modal dasar yang luar biasa
dalam menggerakkan aktivitas sesorang. Permasalahan pendidikan kita juga
agaknya jangan kita abaikan untuk melihat dari sudut ini, guru yang
bekerja sungguh-sungguh bertolak dari hati nuraninya. Kiyai-kiyai tempo
dulu di pesantren dengan pendidikan seadanya saja dapat melahirkan
ulama, apa sebab demikian? Apakah karena beliau seorang profesionalisme sejati
dan memiliki empat kompetensi dasar tersebut? Jawabannya belum tentu, sebab
dipandang dari sudut pendidikan yang diterimanya masih terbatas, mungkin tidak
seperti guru-guru sekarang yang telah memilki kualifikasi S1 dan tersertifikasi
pula. Kalau begitu apa modal dasar mereka, tentu jawabnya hati nurani.
Bekerja berdasarkan hati nurani akan melahirkan cinta.
Apabila diperhatikan orang bekerja dapat
diklasifikasikan empat tingkatan :
Pertama, bekerja
karena terpaksa, seseorang bekerja pada tataran ini tentu bekerja
dengan penderitaan batin, sebab apa yang dia kerjakan bukan karena keinginanya
dan kemauannya. Kedua, bekerja karena panggilan tugas. Pada tataran ini
seseorang melakukan pekerjaan karena tugas yang diembannya. Dia hadir
karena ingin membuktikan bahwa dia telah melaksanakan kewajibannya.
Ketiga, bekerja
karena amanah. Pada peringkat ini amanahlah yang menggerakkannya untuk bekerja.
Amanah ini lebih tinggi posisinya dari sekedar melaksanakan tugas, karena
amanah telah mencakup tentang pertanggungjawaban. Sebuah pekerjaan yang
dikerjakan berdasarkan amanah maka terselip pula di sana rasa tanggung
jawab.
Keempat, bekerja
karena panggilan jiwa, karena cinta. Pada peringkat ini seorang bekerja dengan
hati nuraninya yang terdalam.Dia tidak memikirkan imbalan materi. Cintalah yang
mendorong dia bekerja. Cinta seperti digambarkan Rabiah
Adawiyyah seorang sufi wanita terkenal adalah suatu yang mengatasi
segala-galanya. Begitu jugalah seorang guru apabila dia bertolak atas
dasar cinta maka semua rintangan akan terhindar dan tidak ada yang
menghalanginya untuk mencapai apa yang ditujunya.
Mungkin bisa menjadi inspirasi kita sosok ibu Muslimah, bu guru dalam
novel dan film Laskar Pelangi. Bagaimana Andrea (Hirata ) penulis novel
tersebut, menampilkan sosok ibu Muslimah sosok guru yang menginspirasi
anak-anak muridnya dalam Laskar Pelangi. Nama ibu Muslimah melejit dan
memperoleh banyak sekali penghargaan yang diterimanya. Penghargaan dari
Presiden RI, Mendiknas, Aisiyah, universitas dan lain-lain.
Penutup
Menjadi guru yang yang cerdas, kreatif dan inovatif tidak cukup hanya sekedar memiliki kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan untuk itu. Tetapi yang penting adalah adanya soft skill guru. Guru memiliki kompetensi kepribadian yang utuh sehingga guru bekerja bukan hanya sampai pada tataran melaksanakan tugas saja. Tetapi paling tidak sampai pada tataran melaksanakan amanah apalagi amat dipujikan apabila dia sampai pada tataran cinta, mendidik panggilan hati nurani, merasa senang dan berbahagia sebagia seorang guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon Berika Komentarnya