“Rasa
iri menggerogoti sukacita, kebahagiaan, dan kepuasan hidup seseorang sampai habis.” –
Billy Graham. Dahulu di sebuah desa, hiduplah seorang tabib yang sangat pandai
menyembuhkan orang. Namanya tabib Lie. Selain pandai mengobati, tabib Lie pun
tidak pernah meminta bayaran kepada penduduk. Itulah sebabnya penduduk desa
senang sekali kepadanya.
Keadaan itu membuat tabib Han menjadi iri. Sebenarnya tabib Han juga
pandai menyembuhkan orang. Namun, sayang ia selalu meminta bayaran yang tinggi.
Jadi penduduk desa kurang senang kepadanya.
Melihat kesuksesan tabib Lie, timbullah niat jahat di benak tabib
Han. Suatu hari tabib Han menghadap Baginda Raja Mhing. Raja Mhing terkenal
sebagai penguasa yang kurang bijaksana dan cepat sekali emosi. Tabib Han pun
memanfaatkan hal itu untuk mencelakakan tabib Lie. Tabib Han
melaporkan kepada Baginda Raja, “Tabib Lie ternyata mempunyai sebutir pil umur
panjang. Ia sengaja menyembunyikannya untuk dipakai sendiri.” “Pil umur
panjang,” kening baginda mengerut. “Benar yang Mulia, tabib Lie berusaha
menyembunyikan pil penemuannya itu,” kata tabib Han, berusaha membohongi baginda.
Mendengar ada sebutir pil yang dapat membuat seseorang menjadi berumur
panjang, Baginda Raja pun tertarik. Baginda Raja segera memerintahkan tabib Lie
untuk menghadapnya.
Tabib Lie terkejut
saat mendengar permintaan Baginda Raja. “Ampun, Baginda Raja. Sebenarnya hamba
tidak mempunyai pil umur panjang itu,” kata tabib Lie hati-hati.
Mendengar
perkataan tersebut baginda pun marah,
“Jangan bohong! Aku tahu kau sengaja menyembunyikan pil itu untuk kau makan
sendiri. Aku tidak mau tahu. Kau harus memenuhi permintaanku. Kuberi kau waktu satu
minggu. Jika kau tidak memberikan pil itu, kepalamulah taruhannya.”
Tabib
Lie tidak lagi dapat berkata-kata. Ia mengetahui bahwa ini pasti ulah tabib
Han, orang yang iri dan selalu mencoba menyingkirkannya. Tabib Lie kembali ke
rumah. Ia sangat sedih dan tidak dapat tidur nyenyak. Istrinya yang mengetahui
keadaan suaminya datang mendekatinya lalu membisikkan sesuatu kepadanya.
Tiba-tiba saja wajah murung tabib Lie berubah ceria. Ternyata sang istri telah
memberinya sebuah ide cemerlang untuk mengatasi masalahnya.
Beberapa hari berlalu. Akhirnya waktu yang ditentukan Baginda Raja telah
berakhir. Tabib Han bersorak melihat keadaan tabib Lie. “Kali ini kau pasti
dapat kusingkirkan,” pikir tabib Han.
Pagi itu tabib Lie
datang menghadap Baginda Raja.
“Mana pil
pesananku?” tanya Baginda tanpa basa-basi.
“Ampun yang Mulia, sebelum
hamba memberikan pil umur panjang itu, izinkan hamba menyampaikan sesuatu,”
ujar tabib Lie.
“Cepat katakan,”
jawab Baginda Raja tidak sabar.
“Pil umur panjang
itu baru akan berkhasiat jika Baginda meminumnya sesuai dengan
syarat-syaratnya,” jawab tabib Lie menjelaskan.
“Syarat?” tanya
Baginda tidak mengerti.
“Sebelum pil umur
panjang itu Baginda minum, Baginda harus menjalani puasa selama empat puluh
hari empat puluh malam,” jelas tabib Lie.
“Syarat yang aneh,”
ujar Baginda Raja. “Tetapi baiklah aku akan melakukannya,” lanjutnya. Akhirnya
mulai hari itu Baginda pun menjalani puasanya. Hari pertama puasa, Baginda
dapat menjalaninya dengan baik tetapi memasuki hari ketiga Baginda merasa
resah. Ia tidak dapat tidur dan bekerja dengan konsentrasi karena rasa lapar
yang dideritanya. “Apa enaknya mendapatkan pil umur panjang itu kalau aku harus
berpuasa sampai empat puluh hari. Mungkin sebelum aku mendapatkan pil itu aku
sudah mati kelaparan,” pikir Baginda.
Tiba-tiba Baginda sadar kalau permintaanya itu aneh. “Mana ada manusia yang
abadi? Setiap manusia pasti akhirnya akan meninggal juga,” kata Baginda.
“Alangkah bodohnya aku karena menerima laporan yang tidak masuk akal begitu
saja dari tabib Han,” sesal Baginda.
Akhirnya Baginda sadar bahwa tabib Han sudah membohonginya. Segera saja
ia menyuruh pengawalnya menangkap tabib Han dan menjebloskannya ke dalam
penjara.
* * *
Aeschylus berkata, “Hanya sedikit orang yang memiliki kekuatan untuk
menghormati keberhasilan seorang teman tanpa rasa iri hati”. Rasa iri memang
hanya akan merusak hati dan kehidupan seseorang. Selain menjauhkan kita dari sukacita
dan damai sejahtera, iri hati hanya akan menyengsarakan hidup. Sesungguhnya,
orang bodoh dibunuh oleh sakit hati dan orang bebal dimatikan oleh iri hati.
Bila
menyadari bahwa tidak ada satu pun keuntungan dengan menyimpan salah satu
penyakit hati itu, mengapa kita tidak berusaha menyingkirkannya? Belajarlah
untuk dapat menerima kesuksesan orang lain dengan lapang dada karena terkadang
kita harus mengakui bahwa “di atas langit masih ada langit”. Atau ketika kita
melihat keberhasilan seseorang, jadikanlah hal itu sebagai lecutan untuk
memotivasi diri agar mampu bekerja lebih maksimal lagi. Bila perlu bergaullah
dengan mereka dan jalin sebuah hubungan yang baik agar kita pun bisa belajar
sesuatu untuk meraih sukses. Jika mereka mampu, kita juga pasti mampu.
Jika
kita sibuk mempersiapkan diri menjadi pribadi yang semakin baik dari hari ke
hari, saya rasa kita tidak akan punya cukup waktu untuk merasa iri dengan orang
lain. Bagaimana menurut Anda?
Source : Inspirasi 5 Menit
(Imelda Saputra)
Silahkan DownLoud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon Berika Komentarnya