Heboh tentang pelaksaaan UN
hampir terus bergulir dari tahun ke tahun dan yang paling menghebohkan terjadi
pada tahun ini dimana ada penundaan pelaksanaan UN di beberapa propinsi karena
soalnya yang belum siap.
UN Juga menyisakan banyak
persoalan, mulai dari ketidak jujuran para seserta UN, kebocoran soal,
beredarnya kunci jawaban soal yang belum tentu benar, masalah pengamanannya
harus melibatkan kepolisian, distribusi yang melibatkan banyak tenaga kerja,
dan yang lebih miris banyak anak sekolah peserta UN yang stress, menangis
histeris saat istighosah, dan masih banyak lagi permasalahan seperti orang tua
murid yang ikut-ikutan stress, guru kelas yang harus menghabiskan banyak waktu
untuk try out soal ujian UN, Kepala Sekolah yang tertekan karena harus mencapai
target prosentase kelulusan dll.
Saya pribadi awam tentang masalah
pendidikan, namun mencoba mencermati dengan akal sehat dan terlihat pelaksanaan
UN lebih banyak permasalahannya daripada kegunaannya.
Bisa saja segala alasan digunakan
untuk tetap mempertahankan dan melanjutkan UN, namun pertanyaannya setelah UN
dilaksanakan sekian tahun, rekomendasi dan tindakan apa yang perlu dan sudah
dilakukan disekolah bersangkutan yang prosentase kelulusan UN-nya rendah untuk
mampu meningkatkan kualitas pendidikan sesuai kriteria dan target kelulusan UN
yang harus dicapai?
Pemaksaan pelaksanaan UN
sebenarnya menguntungkan siapa ? Betapa banyak dana yang harus disiapkan untuk
sebuah pelaksanaan UN, betapa banyak pihak yang harus stress mengurus UN, namun
juga jangan lupa seberapa banyak oknum yang memperoleh keuntungan dari pelaksaan
UN secara nasional sebagai sebuah ‘proyek berdana besar” ?
Kita harus realistik, bagaimana
mungkin adanya pemaksaan penyamaan pelaksanaan UN untuk semua sekolah dipelosok
Nusantara yang harus disandingkan dengan sekolah yang ada di kota kota di
Jawa terutama Jakarta yang relatip sudah lebih baik dan lengkap perlengkapan
belajar-mengajar, dan terlebih kualitas guru yang tersedia . Pemaksaan UN tanpa
adanya perlakuan yang sama dalam ketersediaan pendidik/guru,sarana belajar
mengajar dll merupakan bentuk ketidakadilan yang sistemik dan terstruktur oleh
negara melalui pemerintah yang justru membuat kekecewaan bagi para guru dan
murid serta orang tua murid. Selain memboroskan dana, tenaga, waktu dll,
pelaksanaan UN juga lebih menekankan uji kecerdasan dan hapalan dibanding
mengembangkan kreativitas anak, daya nalar dan daya imajinasi yang tidak hanya
mencerdaskan, tetapi juga menyiapkan anak didik yang berbudi luhur, yang mampu
mengelola potensi lokal berdasar kearifan budaya setempat, yang memiliki
ketrampilan untuk hidup dengan memanfaatkan potensi lokal, yang mampu
berkontribusi untuk melestarikan lingkungan sekitarnya.
Anak didik seharusnya disiapkan
secara lengkap/utuh, bukan hanya sekedar meningkatkan kecerdasannya, anak didik
perlu dibiarkan dan diberi ruang untuk melakukan eksplorasi dalam hal
budaya, alam dan lingkungannya serta ditanamkan nilai nilai luhur agama,
nasionalisme dan pemahaman, penghayatan dan pengamalan Pancasila sehingga
diharapkan jauh dari tawuran dan siap menjadi pemimpin yang kuat dan
berkarakter.
Memang sungguh menyedihkan jika
karena keharusan UN maka potensi anak bangsa ini menjadi dikerdilkan/dibonsai
karena kita terjebak dalam ukuran yang dipaksakan, seperti halnya bonsai
tanaman yang selalu dipangkas dan dibentuk meskipun enak untuk dipandang namun
tidak menghasilkan banyak.
Saatnya generasi penerus dididik
secara utuh dan lengkap dalam pemahaman baik dari sisi budaya, intelektualitas,
spiritualitas, dan diberi ruang untuk berimajinasi, berkreasi dan berinovasi
sehingga mampu menjadi elang yang gagah perkasa dan berani terbang melanglang
buana di era globalisasi dan siap menjadi warga dunia, bukan hanya
menjadi kawanan itik yang terus hidup mengekor tanpa insisiatip, hanya ramai
berkotek namun mudah sekali diperdaya.
Seharusnya UN perlu ditinjau
ulang dengan cara pandang yang lebih jernih, bening, lepas dari kepentingan
sesaat dan sesat, dan lebih mengutamakan pengembangan anak didik yang
beraklak jujur dan mulia, cerdas namun kreatip dan inovatip, mempunyai semangat
nasinalisme yang tinggi dengan menghindari perilaku yang korup dan ikut serta
berkontribusi membangun Indonesia Baru.
Sumber
: http://adikarsa.wordpress.com/2013/04/15/mengapa-un-harus-tetap-dipertahankan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon Berika Komentarnya