Kurikulum 1968
Kurikulum 1975
Kurikulum 1984
Kurikulum 1994
Kurikulum 2004
Kurikulum 2006
Kurikulum 2013
Kurikulum 1968 dan sebelumnya Kurikulum pertama
diberi nama Rentjana Pelajaran 1947.
Pada saat itu, kurikulum
pendidikan Indonesia dipengaruhi sistem pendidikan Belanda dan Jepang. Rentjana
Pelajaran 1947 disusun sebagai pengganti sistem pendidikan Belanda. Kurikulum
dikembangkan sebagai development conformism, yang menekankan pada pembentukan
karakter manusia Indonesia. Pada tahun 1952 kurikulum Indonesia mengalami
penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952.
Kurikulum ini mengarah pada sistem pendidikan nasional. Ciri kurikulum 1952
adalah bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Tahun 1964, dengan nama Rentjana
Pendidikan 1964 kurikulum Indonesia kembali disempurnakan. Kurikulum 1964
ditekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan, sehingga pembelajaran dipusatkan
pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keterampilan, dan jasmani. Perubahan struktur
kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa Pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus, dituangkan dalam Kurikulum 1968. Dari
segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan
pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani,
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan
keyakinan beragama.
Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 disusun sebagai
pengganti kurikulum 1968, dimana perubahan yang dilakukan menggunakan
pendekatan berikut :
- Berorientasi pada tujuan
- Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
- Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
- Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa. e. Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill). Menjelang tahun 1983, kurikulum 1975 dianggap tidak lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratkan keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984.
Kurikulum 1984
Secara umum dasar perubahan
kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah sebagai berikut :
- Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah
- Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum bidang studi dengan kemampuan anak didik
- Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaan di sekolah
- Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan.
- Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
- Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
- Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolahharus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
- Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik dengan cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
- Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
- Menanamkan pengertian sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
- Materi diberikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
- Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.
Kurikulum 1994
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum
1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi
pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran.
Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses
belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang
salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang
bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa,
sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan
mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak. Kurikulum 1994 dibuat sebagai
penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2
tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem
pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem
caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi
tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima
materi pelajaran cukup banyak. Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari
pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut :
- Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
- Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
- Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
- Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
- Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
- Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
- Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa
permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan
penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut :
- Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran
- Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan
kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan
kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen
Kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan
prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu :
- Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
- Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
- Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
- Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
- Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan
menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan
penyempurnaan jangka panjang.
Kurikulum Berbasis
Kompetensi – Versi Tahun 2002 dan 2004
Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam
berbagai mata pelajaran terus menerus dilakukan, seperti penyempurnaan
kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Soejadi (1994:36), khususnya dalam mata pelajaran
matematika mengatakan bahwa kegiatan pembelajaran matematika di jenjang
persekolahan merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji terus menerus dan jika
perlu diperbaharui agar dapat sesuai dengan kemampuan murid serta tuntutan
lingkungan.
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat
kurikulum. Salah satu bentuk inovasi yang dikembangkan pemerintah guna
meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum.
Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagai sebagai respon terhadap perubahan
struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik sebagai
konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang Otonomi
Daerah.
Kurikukum yang dikembangkan saat ini diberi nama Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada
pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai
dengan standar performance yang telah ditetapkan. Competency Based Education is
education geared toward preparing indivisuals to perform identified
competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000: 89). Hal ini mengandung arti bahwa
pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat
kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu
kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Sejalan dengan visi pendidikan yang mengarahkan pada dua
pengembangan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa
datang, maka pendidikan di sekolah dititipi seperangkat misi dalam bentuk
paket-paket kompetensi.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat
memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam
kurikulum adalah sebagai berikut :
- Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks.
- Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.
- Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.
- Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur. (Puskur, 2002a).
Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana
dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa,
penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan
dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum Berbasis Kompetensi
berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri
peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2)
keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur,
2002a).
Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau
dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus
menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan
untuk menjadi kompeten.
Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus
mengandung tiga unsur pokok, yaitu:
- pemilihan kompetensi yang sesuai;
- spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi;
- pengembangan sistem pembelajaran. Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
ü
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan
pendekatan dan metode yang bervariasi.
ü
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga
sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
ü Penilaian menekankan pada proses dan hasil
belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Struktur kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
dalam suatu mata pelajaran memuat rincian kompetensi (kemampuan) dasar mata
pelajaran itu dan sikap yang diharapkan dimiliki siswa. Mari kita lihat
contohnya dalam mata pelajaran matematika, Kompetensi dasar matematika
merupakan pernyataan minimal atau memadai tentang pengetahuan, keterampilan,
sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak
setelah siswa menyelesaikan suatu aspek atau subaspek mata pelajaran
matematika. (Puskur, 2002b). Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika
merupakan gambaran kompetensi yang seharusnya dipahami, diketahui, dan
dilakukan siswa sebagai hasil pembelajaran mata pelajaran matematika.
Kompetensi dasar tersebut dirumuskan untuk mencapai keterampilan (kecakapan)
matematika yang mencakup kemampuan penalaran, komunikasi, pemecahan masalah,
dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika.
Struktur kompetensi dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi ini
dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan
dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata
pelajaran tersebut.
Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek
rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil belajar adalah untuk
menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai
hasil belajar mereka pada level ini?”. Hasil belajar mencerminkan keluasan,
kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat
diukur dengan berbagai teknik penilaian.
Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator.
Perumusan indikator adalah untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita
mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?”. Guru
akan menggunakan indikator sebagai dasar untuk menilai apakah siswa telah
mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan. Indikator bukan berarti
dirumuskan dengan rentang yang sempit, yaitu tidak dimaksudkan untuk membatasi
berbagai aktivitas pembelajaran siswa, juga tidak dimaksudkan untuk menentukan
bagaimana guru melakukan penilaian. Misalkan, jika indikator menyatakan bahwa
siswa mampu menjelaskan konsep atau gagasan tertentu, maka ini dapat
ditunjukkan dengan kegiatan menulis, presentasi, atau melalui kinerja atau
melakukan tugas lainnya.
Kurikulum Berbasis
Kompetensi – Versi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan
dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan,
(4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana,
(6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian
pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan
kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang
ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan
pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paketpaket kompetensi (dan
bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:
- Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
- Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
- Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
- Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
- Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan kurikulum
berbasis kompetensi sebelumnya (versi 2002 dan 2004), bahwa sekolah diberi
kewenangan penuh menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada
standar-standar yang telah ditetapkan, mulai dari tujuan, visi – misi, struktur
dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga pengembangan
silabusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon Berika Komentarnya