Mencari Bukti Keberadaan [ Allah SWT ]
Ada seorang pemuda yang sudah lama menjalani pendidikan di luar negeri namun
tidak pernah belajar agama Islam, kini kembali ke tanah airnya. Sesampainya di
rumah ia diminta oleh kedua orang tuanya untuk belajar agama Islam, namun ia
memberi syarat agar dicarikan guru agama yang bisa menjawab 3 pertanyaan yang
selama ini mengganjal dihatinya.
Namun telah sekian lama, belumlah ada dari guru yang telah datang menemuinya
yang sanggup dan mampu menjawab pertanyaannya.
Setelah sekian lama mencari seorang Guru, Akhirnya orang tua pemuda itu
mendapatkan seorang yang berpenampilan sederhana, yaitu seorang kyai dari
pinggiran kota.
Kyai tersebut akhirnya datang memenuhi undangan untuk mengajarkan Islam kepada
pemuda tersebut, dan terjadilah sebuah perbincangan diantara mereka.
Pemuda : “Anda siapa dan apakah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan saya?”
Kyai : “Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan
pertanyaan anda.”
Pemuda : “Anda yakin? Sedangkan Profesor di Amerika dan banyak orang yang
pintar tidak mampu menjawab pertanyaan saya.”
Kyai : “Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya.”
Pemuda : “Saya ada 3 pertanyaan:
* 1. Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukkan wujud Tuhan kepada saya !
* 2. Kalau memang benar ada takdir, tunjukkan takdir itu pada saya !
* 3. Kalau syaitan diciptakan dari api kenapa dimasukan ke neraka yang dibuat
dari api, tentu tidak menyakitkan buat syaitan. Sebab mereka memiliki unsur
yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu?
Tiba-tiba kyai tersebut menampar pipi pemuda tadi dengan keras.
Pemuda : (sambil menahan sakit) “Hei ! Kenapa anda marah kepada saya?”
Kyai : “Saya tidak marah… Tamparan itu adalah jawaban saya atas 3 pertanyaan
yang anda ajukan kepada saya.”
Pemuda : “Saya sungguh-sungguh tidak mengerti.”
Kyai : “Bagaimana rasanya tamparan saya?”
Pemuda : “Tentu saja saya merasakan sakit.”
Kyai : “Jadi anda percaya bahwa sakit itu ada?”
Pemuda : “Ya!”
Kyai : “Tunjukan pada saya wujud sakit itu!”
Pemuda : “Saya tidak bisa.”
Kyai : “Itulah jawaban pertanyaan pertama… kita semua merasakan kewujudan Tuhan
tanpa mampu melihat wujudnya.”
Kyai : “Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya?”
Pemuda : “Tidak.”
Kyai : “Apakah pernah terfikir oleh anda akan menerima tamparan dari saya hari
ini?”
Pemuda : “Tidak.”
Kyai : “Itulah yang dinamakan takdir.”
Kiyai : “Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda?”
Pemuda : “Kulit.”
Kyai : “Terbuat dari apa pipi anda?”
Pemuda : “Kulit.”
Kyai : “Bagaimana rasanya tamparan saya?”
Pemuda : “Sakit.”
Kyai : “Pipi yang terbuat dari kulit pun bisa sakit ketika tertampar oleh kulit
tangan, Demikian juga halnya dengan Syaitan”
Kyai : “Walaupun syaitan dijadikan dari api dan neraka juga terbuat dari api,
jika Tuhan menghendaki maka neraka akan menjadi tempat yang menyakitkan untuk
syaitan. Semoga kita bukan termasuk orang-orang yang ditempatkan bersama
syaitan di neraka…”
Pemuda itupun langsung tertunduk dan memeluk kyai tersebut sambil memohon untuk
di ajarkan Agama Islam lebih banyak lagi.
Subhanallah….
Editor :
Hanif Sumber :
http://diaryislam.wordpress.com/2012/05/26/seorang-guru-yang-cerdik/
Menjadi guru cerdas, kreatif, inovatif
HAIDAR PUTRA DAULAY
Di antara sekian banyak foktor pendidikan, guru adalah faktor utama yang amat
penting dan menentukan keberhasilan pendidikn. Karena gurulah yang akan memenej
pembelajaran dengan baik. Di tangan guru yang bijak, cerdas, kreatif dan
inovatif, pembelajaran akan berpeluang menghasilkan output yang baik kendati
media pembelajaran seadanya. Sebaliknya di tangan guru yang tidak profesional
kendati ditopang media pembelajaran yang baik maka akan berpeluang menghasilkan
output yang tidak berkualitas.
Berkenaan dengan itu pemerintah telah mengeluarkan kebijakan peningkatan kualifikasi
pendidikan guru. Pada awal kemerdekaan tahun l950-an, tamatan SGB (Sekolah Guru
Bantu) 4 tahun sekolah diperbolehkan mengajar. Kemudian tahun l960-an tamatan
SGB itu tidak diperbolehkan lagi. Seorang guru mesti tamatan SGA (Sekolah Guru
Atas) yang kemudian berubah nama menjadi SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Tahun
l980-an, tamatan SPG tidak lagi diperkenankan mengajar di SD, mesti memiliki
ijazah DII. Kemudian tahun 2000-an terutama setelah diundangkan Undang-Undang
Guru maka kualifikasi pengajar di tingkat SD adalah S1.
Apa artinya ini semua? Bahwa pemerintah melihat semakin berkualitas guru maka
akan semakin berpeluang melahirkan output yang berkulitas pula. Kemudian
setelah dilihat kenyataan ternyata kualifikasi tingkat pendidikan saja belum
cukup untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Tetapi juga terkait kesejahteraan
guru. Asumsinya juga berdasar kepada bagaimana mungkin guru akan bekerja baik
apabila kesejahteraan hidupnya terancam. Karena itulah dibuat kebijakan
sertifikasi dan dampak dari sertifikasi itu akan melahirka penghasilan memadai
bagi guru. Kebijakan sertifikasi guru di samping membuktikan kelayakan guru
mengajar juga untuk mensejahterakan guru.
Berkenaan dengan kesejahteraan ini telah diatur dalam Undang-Undang Guru dan
Dosen, dalam pasal 14 ayat (1) a : Dalam melaksanakan tugas keprofesian, guru
berhak : a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan
kesejahteraan sosial; Pasal 15 lebih merinci tentang apa yang dimaksud dengan
pasal 14 ayat (1) a: Penghasilan di atas hidup minimum sebagaimana dimaksud
dalam pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat
pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan
fungsional, tunjangan khusus dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya
sebagai guru yang ditetapkan dengan perinsip penghargaan atas dasar prestasi.
Kedua hal diatas yakni pertama soal akademik yaitu kualifikasi tingkat
pendidikan minimal seorang guru. Kedua, tentang soal kesejahteraan guru. Jika
kedua hal tersebut telah berjalan dengan baik maka akan berpeluang bagi
munculnya guru yang profesional.
Kompetensi guru
Pada pasal 10 Undang-Undang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa kompetensi guru
itu ada empat : Kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial dan kompetensi profesional.Dalam penjelasan disebutkan rumusan setiap
kompetensi tersebut :
Kompetensi paedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia,
arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi profesional
adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi secara
efektif dan efisien dengan peserta didik semua guru, orang tua / wali peserta
didik dan masyarakat sekitar.
Keempat kompetensi inilah yang akan dinilai pada saat sesorang melakukan
sertifikasi. Seorang guru yang akan disertifikasi akan mencantumkan dalam
portofolio borang isiannya keempat kompetensi tersebut. Dia akan menunjukkan
ijazahnya, penataran penetaran yang diikutinya, bagaimana dia membuat persiapan
mengajar, penilaian atasannya, kegiatan ilmiah yang diikuti, organisasi sosial
yang dikuti,karya pengembangan professi, penghargaan dibidang pendidikan yang
diperoleh, dll.
Menciptakan guru cerdas, kreatif dan inovatif
Untuk menjadi seorang guru yang cerdas, kreatif dan inovatif dalam pembelajaran
seseorang harus melalui berbagai hal;
1.Pendidikan. Pendidikan guru punya pengaruh besar dalam membentuk kualitas di
atas. Pendidikan formal telah ditetapkan bahwa kualifikasi pendidikan minimal
S1, tetapi seorang guru jangan hanya membatasi diri pada pendidikan formal
saja. Apabila seorang guru membatasi dirinya dan sudah puas dengan pendidikan
formal saja, maka kualitas guru tersebut tidak berkembang, dan akan disangsikan
dapatkah dia menjadi guru yang cerdas, kreatif dan inovatif. Karena itu sang
guru harus punya perinsip no limits to study: tidak ada limit dalam menuntut ilmu.
Prinsip inilah yang disebut dengan pendidikan sepanjang hayat. Untuk itu dia
harus memperbanyak mengikuti pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal itu
akan diperoleh di masyarakat. Lewat seminar-seminar, penataran, ceramah ilmiah,
membaca, penulisan dan berbagai kegiatan ilmiah lainnya. Kegiatan ilmiah itu
hendaklanya lahir dari nurani dimotivasi untuk menambah ilmu, bukan karena
untuk mendapat sertifikat. Kalau motifnya sekedar untuk mendapat sertifikat
dikhawatirkan tidak akan bermanfaat banayak bagi guru. Sertifikat, yes, ilmu
juga yes.
2.Memiliki beberapa prinsip profesionalitas yang tertera pada pasal 7 UU RI
tentang Guru dan Dosen seperti : a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan
idealisme; b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan dan akhlak mulia; c.memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang
pendidikan sesuai dengan tugas; d.Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai
dengan bidang tugas; e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas
keprofesionalan. f.memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan
prestasi kerja; g.memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesional serta
secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; h.memiliki jaminan
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas tugas keprofesionalan, dan; i.
memiliki organisasi professi yang mempunyai kewengan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
3.Mendidik dengan hati nurani. Seorang guru yang berkompeten tidak hanya
memiliki kompetensi yang dicantumkan dalam UU tentang Guru dan Dosen. Tetapi
ada hal yang terkadang sulit diungkapkan, yaitu soal hati nurani. Hati nurani
tidak bisa diukur secara transparan seperti mengukur kecerdasan, kreatiatifitas
dan inovatif. Hati nurani adalah modal dasar yang luar biasa dalam menggerakkan
aktivitas sesorang. Permasalahan pendidikan kita juga agaknya jangan kita
abaikan untuk melihat dari sudut ini, guru yang bekerja sungguh-sungguh
bertolak dari hati nuraninya. Kiyai-kiyai tempo dulu di pesantren dengan
pendidikan seadanya saja dapat melahirkan ulama, apa sebab demikian? Apakah
karena beliau seorang profesionalisme sejati dan memiliki empat kompetensi
dasar tersebut? Jawabannya belum tentu, sebab dipandang dari sudut pendidikan
yang diterimanya masih terbatas, mungkin tidak seperti guru-guru sekarang yang
telah memilki kualifikasi S1 dan tersertifikasi pula. Kalau begitu apa modal
dasar mereka, tentu jawabnya hati nurani. Bekerja berdasarkan hati nurani akan
melahirkan cinta.
Apabila diperhatikan orang bekerja dapat diklasifikasikan empat tingkatan :
pertama, bekerja karena terpaksa, seseorang bekerja pada tataran ini tentu
bekerja dengan penderitaan batin, sebab apa yang dia kerjakan bukan karena
keinginanya dan kemauannya. Kedua, bekerja karena panggilan tugas. Pada tataran
ini seseorang melakukan pekerjaan karena tugas yang diembannya. Dia hadir
karena ingin membuktikan bahwa dia telah melaksanakan kewajibannya.
Ketiga, bekerja karena amanah. Pada peringkat ini amanahlah yang
menggerakkannya untuk bekerja. Amanah ini lebih tinggi posisinya dari sekedar
melaksanakan tugas, karena amanah telah mencakup tentang pertanggungjawaban.
Sebuah pekerjaan yang dikerjakan berdasarkan amanah maka terselip pula di sana
rasa tanggung jawab.
Keempat, bekerja karena panggilan jiwa, karena cinta. Pada peringkat ini
seorang bekerja dengan hati nuraninya yang terdalam.Dia tidak memikirkan
imbalan materi. Cintalah yang mendorong dia bekerja. Cinta seperti digambarkan
Rabiah Adawiyyah seorang sufi wanita terkenal adalah suatu yang mengatasi
segala-galanya. Begitu jugalah seorang guru apabila dia bertolak atas dasar
cinta maka semua rintangan akan terhindar dan tidak ada yang menghalanginya
untuk mencapai apa yang ditujunya.
Mungkin bisa menjadi inspirasi kita sosok ibu Muslimah, bu guru dalam novel dan
film Laskar Pelangi. Bagaimana Andrea (Hirata ) penulis novel tersebut,
menampilkan sosok ibu Muslimah sosok guru yang menginspirasi anak-anak muridnya
dalam Laskar Pelangi. Nama ibu Muslimah melejit dan memperoleh banyak sekali
penghargaan yang diterimanya. Penghargaan dari Presiden RI, Mendiknas, Aisiyah,
universitas dan lain-lain.
Penutup
Menjadi guru yang yang cerdas, kreatif dan inovatif tidak cukup hanya sekedar
memiliki kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan untuk itu. Tetapi yang penting
adalah adanya soft skill guru. Guru memiliki kompetensi kepribadian yang utuh
sehingga guru bekerja bukan hanya sampai pada tataran melaksanakan tugas saja.
Tetapi paling tidak sampai pada tataran melaksanakan amanah apalagi amat
dipujikan apabila dia sampai pada tataran cinta, mendidik panggilan hati
nurani, merasa senang dan berbahagia sebagia seorang guru. Penulis adalah Guru
Besar IAIN SU dan Pengurus Dewan Pendidikan Provinsi Sumut
Sumber : ttp://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=158303:menjadi-guru-cerdas-kreatif-inovatif&catid=25:artikel&Itemid=44
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon Berika Komentarnya